Memberikan daging/kulit kepada jagal sebagai upah
Diharamkan Upah Dari Bagian Tubuh Hewan
أَمَرَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِىَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ : نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, “Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri”. (HR. Muslim)
Dari hadits ini, An-Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa tidak dibolehkan untuk memberi tukang jagal yang diambilkan dari sebagian hasil sembelihan qurban sebagai upah baginya. Pendapat ini juga didukung oleh pendapat para ulama Syafi’iyah lainnya, dan juga menjadi pendapat Atha’, An-Nakha’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.
Perhatikan! Yang jadi masalah bukan tidak boleh memberi jagal upah atas kerja mereka. Tetapi yang haram adalah mengupah para jagal dari bagian tubuh hewan yang telah disembelih untuk qurban. Biasanya kepala sapi dan kambing itulah yang dijadikan alat pembayaran buat para jagal, termasuk juga kulit, kaki, jeroan dan seterusnya.
Memang dari pada dibuang, kepala, kaki, kulit dan lainnya punya nilai tersendiri. Lalu kadang panitia secara seenaknya memberikan semua itu sebagai ‘jatah’ buat para jagal. Dan oleh karena para jagal ini sudah dipastikan akan dapat ‘jatah’ yang ternyata punya nilai jual itu, maka mereka rela tidak diupah, atau setidaknya merendahkan tarif upah, asalkan bagian dari tubuh hewan itu jadi hak mereka.
Biasanya pemberian kepala, kaki dan kulit itu memang bukan semata-mata upah buat jagal, tetapi fungsinya sebagai ‘tambahan’ dari kekurangan upah.
Para jagal biasanya memberikan dua penawaran. Misalnya, kalau mereka dijanjikan akan diberi jatah kepala, kaki dan kulit, maka tarif upah mereka bisa lebih rendah. Sedangkan bila mereka tidak diberi jatah semua itu, tarifnya lebih mahal dan profesional.
Dengan dua tawaran ini, biasanya panitia tidak ambil pusing, ambil saja penawaran yang pertama, yaitu upah tidak perlu terlalu mahal, karena kepala, kulit dan kaki bisa dijadikan ‘tambahan’ pembayaran upah.
Padahal nyata sekali bahwa walaupun cuma kepada, kaki dan kulit, yang memang bisa saja dibuang begitu saja, namun ketika dijadikan ‘bagian’ atau ‘tambahan’ dari upah, hukumnya sama saja dengan upah itu sendiri maka haram hukumnya.